Zakī al-Arsūzī (
bahasa Arab: زكي الأرسوزي; Juni 1899, di
Latakia – 2 Juli 1968, di
Damaskus) adalah seorang filsuf,
filologis,
sosiolog, sejarawan dan
nasionalis Arab. Gagasannya memainkan peran menonjol dalam perkembangan
Ba'athisme dan gerakan politiknya. Ia menerbitkan beberapa buku sepanjang masa hidupnya, terutama Kejeniusan Bahasa Arab dalam Lidahnya (1943).Lahir dalam sebuah keluarga kelas menengah di
Latakia, Suriah, al-Arsuzi belajar di
Sorbonne, dimana ia menjadi memahami sejarah. Pada 1930, ia pulang ke Suriah, dimana ia menjadi anggota
Liga Aksi Nasional (LAN) pada 1933. Pada 1938, ia pindah ke
Damaskus karena ketidaksetujuannya dengan kerja partai, dan pada 1939, ia hengkang dari LAN. Di Damaskus, al-Arsuzi mendirikan dan mengepalai sebuah kelompok yang terdiri dari sebagian besar murid sekolah menengah yang sering kali mendiskusikan filsafat, nasionalisme dan sejarah Eropa. Tak lama setelah meninggalkan LAN, al-Arsuzi mendirikan
Partai Nasional Arab, sebuah partai nasionalis Arab. Partai tersebut gagal dan, saat ia kembali ke Suriah pada November 1940 setelah singgah lama di
Baghdad, al-Arsuzi mendirikan sebuah partai baru,
Partai Ba'ath Arab; namun, pada 1944, kebanyakan anggotanya hengkang dan bergabung dengan
Gerakan Ba'ath Arab pimpinan
Michel Aflaq dan
Salah al-Din al-Bitar, yang memiliki doktrin yang nyaris identik.Pada 1947, dua gerakan tersebut digabung, membentuk sebuah
Partai Ba'ath Arab tunggal. Disamping penggabungan tersebut, Al-Arsuzi tidak hadir pada konferensi maupun diberi status keanggotaan.Sepanjang 1940an dan 1950an, al-Arsuzi keluar dari politik dan bekerja sebagai guru. Ia kembali pada perjuangan kekuasaan 1960an dalam Partai Ba'ath antara Aflaq dan al-Bitar di satu sisi dan
Salah Jadid dan
Hafiz al-Assad di sisi lainnya. Saat Aflaq dan al-Bitar kehilangan kekuasaan dan terpaksa kabur dari Suriah pada 1966, al-Arsuzi menggantikan Aflaq sebagai pakar
ideologi utama
faksi pimpinan Suriah dari Partai Ba'ath.Teori-teori Al-Arsuzi tentang masyarakat, bahasa dan nasionalisme, yang secara kolektif merupakan bagian dari pemikiran Ba'athis, menganggap bahwa
Negara Arab akan dipersatukan saat bangsa Arab mendirikan kembali identitas Arab yang hilang sepanjang 1000 tahun lampau. Menurut al-Arsuzi, kunci penyatuan Arab adalah melalui bahasa. Kontras dengan
bahasa Latin, al-Arsuzi berpendapat bahwa bahasa Arab paling kurang terarbitrari dan paling lebih terintuisif. Disamping jasa-jasanya pada pemikiran Ba'athis, al-Arsuzi jarang disinggung cendekiawan Barat atau Arab. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa
Sati' al-Husri, seorang nasionalis Arab yang sezaman dengannya, telah memiliki beberapa gagasan serupa dengan al-Arsuzi namun lebih dapat mengartikulasikan mereka.