Karier militer Soeharto

Mayor Soeharto pada tahun 1946, ketika itu menjabat Komandan Resimen di Yogyakarta.

Pada 1 Juni 1940, ia diterima sebagai siswa di sekolah militer di Gombong, Jawa Tengah. Setelah enam bulan menjalani latihan dasar, ia tamat sebagai lulusan terbaik dan menerima pangkat kopral. Ia terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong. Soeharto resmi bergabung dengan pasukan kolonial Belanda, KNIL saat Perang Dunia II sedang berkecamuk. Ia dikirim ke Bandung untuk menjadi tentara cadangan di Markas Besar Angkatan Darat selama seminggu dengan pangkat sersan.[18]

Nasib Soeharto kembali apes, tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah pada Jepang. Berakhir pulalah kiprahnya di KNIL. Soeharto pun kembali menumpang di rumah bibinya di Wuryantoro, ia kembali menganggur. Pada rentang waktu ini, Soeharto terserang penyakit malaria yang menyebabkan dirinya harus dirawat lama di rumah sakit. Setelah pulih, karena tak memiliki uang dan tidak enak hanya sekedar menumpang, Soeharto meminta bantuan sang paman, Prawirowihardjo yang berprofesi sebagai penyuluh (mantri) tani untuk mencarikannya pekerjaan. Namun, sang paman hanya dapat memberikannya pekerjaan sekedar untuk mendampingi dan mempersiapkan keperluan pekerjaan pamannya sebagai penyuluh pertanian. Soeharto menerima dan menjadikannya sebagai kesempatan untuk mempelajari Ilmu Pertanian dari sang paman, meski dalam waktu yang singkat.[19]

Bosan menganggur, Soeharto mencoba mendaftar jadi Keibuho atau polisi Jepang pada November 1942. Ia mengaku sedikit takut jika identitasnya sebagai bekas tentara Belanda ketahuan. Tetapi akhirnya memberanikan diri mendaftar dan diterima. Dengan cerdik dan hati-hati ia berusaha keras untuk menyembunyikan identitasnya sebagai bekas tentara Belanda. Soeharto lulus pendidikan polisi sebagai salah satu lulusan terbaik. Jelas saja, ia sudah mahir karena pernah mengikuti pendidikan bintara KNIL Belanda.[20]

Saat itulah atasan Soeharto di kepolisian memberi tahu ada pendaftaran Tentara Pembela Tanah Air (PETA), pasukan militer yang disponsori Jepang. Perwira Jepang itu menyarankan Soeharto mendaftar masuk PETA, ia kemudian menjadi perwira magang/pembantu letnan yang berdinas di Karanganyar, Kebumen. Setelah masa percobaannya selesai dan dianggap layak, ia pun mengikuti pendidikan militer lanjutan di Bogor, Jawa Barat, ia diangkat menjadi Chudancho (komandan kompi ). Di asrama Peta Bogor ia tinggal bersama-sama dengan Shodancho Singgih, Putra Panji Singgih teman seperjuangan Soekarno. Berikutnya sebagai Chudanco di Seibu, markas besar PETA di Solo, kemudian di mutasi ke Kaki Gunung Wilis di desa Brebeg Selatan Madiun ia melatih prajurit PETA.[21]

Pada 17 Agustus 1945 Indonesia resmi mengumumkan kemerdekaan, Soeharto kemudian secara resmi diangkat menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945 dengan pangkat letnan, tak lama kemudian berkat reputasi dan pengalamannya di PETA ia ditunjuk sebagai komandan batalyon dengan pangkat mayor. Pada tahun 1946, pangkatnya kembali naik menjadi komandan resimen yang berpangkat letnan kolonel atau overste.[22]

Setelah Perang Kemerdekaan berakhir, ia tetap menjadi Komandan Brigade Garuda Mataram dengan pangkat letnan kolonel. Ia memimpin Brigade Garuda Mataram dalam operasi penumpasan pemberontakan Andi Azis di Sulawesi. Kemudian, ia ditunjuk sebagai Komadan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) Sektor Kota Makassar yang bertugas mengamankan kota dari gangguan eks KNIL/KL.

Pada 1 Maret 1949, ia ikut serta dalam serangan umum yang berhasil menduduki Kota Yogyakarta selama enam jam. Inisiatif itu muncul atas saran Sri Sultan Hamengkubuwono IX kepada Panglima Besar Soedirman bahwa Brigade X pimpinan Letkol Soeharto segera melakukan serangan umum di Yogyakarta dan menduduki kota itu selama enam jam untuk membuktikan bahwa Republik Indonesia (RI) masih ada.

Pada usia sekitar 32 tahun, tugasnya dipindahkan ke Markas Divisi dan diangkat menjadi Komandan Resimen Infenteri 15 dengan pangkat letnan kolonel (1 Maret 1953). Pada 3 Juni 1956, ia diangkat menjadi Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium IV/Diponegoro di Semarang. Dari Kepala Staf, ia diangkat sebagai pejabat Panglima Tentara dan Teritorium IV/Diponegoro. Pada 1 Januari 1957, pangkatnya dinaikkan menjadi kolonel.

Lembaran hitam juga sempat mewarnai perjalanan kemiliterannya. Ia pernah dipecat oleh Jenderal Nasution sebagai Pangdam Diponegoro. Peristiwa pemecatan pada 17 Oktober 1959 tersebut akibat ulahnya yang diketahui menggunakan institusi militernya untuk meminta uang dari perusahaan-perusahan di Jawa Tengah. Kasusnya hampir dibawa ke pengadilan militer oleh Kolonel Ahmad Yani.[23] Atas saran Jenderal Gatot Soebroto saat itu, dia dibebaskan dan dipindahkan ke Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung, Jawa Barat. Pada usia 38 tahun, ia mengikuti kursus C SSKAD (Sekolah Staf dan Komando AD) di Bandung. Sebenarnya, secara kepangkatan Soeharto sudah terlambat untuk mengikuti kursus tersebut, pada saat itu Kursus SSKAD biasanya di ikuti oleh perwira yang berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) yang akan naik pangkat menjadi Kolonel.

Pangkat Soeharto dinaikkan menjadi brigadir jenderal pada 1 Januari 1960. Ia berhasil meraih bintang di pundaknya, meski sebelum lulus kursus di SSKAD hanya pernah mengenyam pendidikan militer setingkat bintara. Banyak para Jenderal kala itu meragukan intelektualitasnya untuk menjadi Jenderal. Namun, Soeharto juga dikenal sebagai seorang perwira lapangan yang handal selama masa perjuangan dengan kekuatannya, yaitu pengalaman, kecerdikan, intuisi, kepemimpinan, kecerdasan emosi hingga kejelian/keberuntungannya dalam membaca setiap kesempatan, sekalipun ia tidak pernah mengenyam pendidikan formal/informal yang memadai atau kursus militer di luar negeri. Akhirnya, atas peran Letnan Jenderal. Gatot Soebroto ia diangkat sebagai Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat.[24]

Pada 1 Oktober 1961, jabatan rangkap sebagai Panglima Korps Tentara I Caduad (Cadangan Umum AD) yang telah diembannya ketika berusia 40 tahun bertambah dengan jabatan barunya sebagai Panglima Kohanudad (Komando Pertahanan AD). Pada tahun 1961 tersebut, ia juga mendapatkan tugas sebagai Atase Militer Republik Indonesia di Beograd (Yugoslavia), Paris (Perancis), dan Bonn (Jerman Barat). Di usia 41 tahun, pangkatnya dinaikkan menjadi mayor jenderal (1 Januari 1962) dan menjadi Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dan merangkap sebagai Deputi Wilayah Indonesia Timur di Makassar. Sekembalinya dari Indonesia Timur, Soeharto yang telah naik pangkat menjadi mayor jenderal, ditarik ke markas besar ABRI oleh Jenderal Abdul Haris Nasution.

Di pertengahan tahun 1962, Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) hingga 1965. Sekitar setahun kemudian, tepatnya, 2 Januari 1962, Brigadir Jenderal Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Kemudian ia diangkat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) pada 1 Mei 1963. Mayor Jenderal Soeharto lalu dilantik sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat dan segera membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ormas-ormasnya. Ia membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) untuk mengimbangi G-30-S yang berkecamuk pada 1 Oktober 1965. Dua hari kemudian, tepatnya 3 Oktober 1965, Mayjen Soeharto diangkat sebagai Panglima Kopkamtib. Jabatan ini memberikan wewenang besar untuk melakukan pembersihan terhadap orang-orang yang dituduh sebagai pelaku G-30-S/PKI.

Mayor Jenderal Soeharto pada tahun 1962, ketika itu menjabat Panglima Komando Mandala.

Riwayat pekerjaan

  • Pembantu Klerek Bank Desa (Volk-Bank) di Kemusuk, Yogyakarta (1938)
  • Siswa Sekolah Bintara KNIL di Gombong (1940—1942)
  • Tentara Cadangan Markas Besar Angkatan Darat KNIL (1942)
  • Pembantu/asisten Mantri Tani di Wuryantoro, Wonogiri (1942)
  • Siswa Keibuho (Polisi Jepang) Jepang (1942)
  • Komandan Regu dan Pembantu Perwira PETA di Karanganyar, Kebumen (1942—1943)
  • Siswa Pendidikan Militer Lanjutan PETA di Bogor (1943—1944)
  • Komandan Pleton (Shudanco) PETA di Glagah, Wates (1944)
  • Komandan Kompi (Chodanco) di Markas Besar PETA di Solo (1944)
  • Komandan Kompi (Chodanco) Perwira pendidik PETA di Desa Brebeg, Jawa Timur (1944—1945)
  • Letnan di Brigade Mataram, Yogyakarta (1945)
  • Komandan Batalyon infanteri di Kebumen dengan pangkat Kapten - Mayor (1945—1946)
  • Komandan Batalyon X di bawah Divisi IX di Yogyakarta dengan pangkat Mayor (1946—1948)
  • Komandan Brigade Mataram - Wehrkreise III di Yogyakarta dengan pangkat Letnan Kolonel (1948—1950)
  • Komandan Komando Resimen Salatiga dengan pangkat Letnan Kolonel (1950—1953)
  • Komandan Resimen Infanteri 15 di Solo dengan pangkat Letnan Kolonel (1953—1956)
  • Kepala Staf Teritorium IV/Diponegoro di Semarang dengan pangkat Letnan Kolonel (1956—1957)
  • Panglima Teritorium IV/Diponegoro di Semarang dengan pangkat Kolonel (1957—1959)
  • Siswa Sekolah Staf Komando Angkatan Darat/SSKAD (1959—1960)
  • Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat dengan pangkat Brigadir Jenderal (1960—1961)
  • Panglima Corps Tentara Cadangan Umum Angkatan Darat/CADUAD dengan pangkat Brigadir Jenderal (1961)
  • Atase Militer/Hankam di Beograd, Yugoslavia (1961)
  • Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dengan pangkat Mayor Jenderal (1962)
  • Panglima Komando Strategis Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal (1962—1965)
  • Menteri/Panglima Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal - Letnan Jenderal (1965—1968)
  • Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban/Kopkamtib (1965—1969)
  • Ketua Presidium Kabinet Ampera I (1966—1967)
  • Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ABRI merangkap Menteri Pertahanan dengan pangkat Jenderal (1968—1973)
  • Pejabat Presiden Presiden Republik Indonesia (1967—1968)
  • Presiden Republik Indonesia (1968—1998)
  • Sekertaris Jenderal Gerakan Non Blok (1992—1995)

Terkait

Referensi

WikiPedia: Soeharto http://vindictivesquad.blogspot.co.id/2012/06/secu... http://www.imf.org/external/np/sec/nb/1997/nb9722.... http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/biography/?... http://news.bbc.co.uk/2/hi/in_pictures/4528925.stm http://www.ft.com/cms/s/0/0d243cf4-ccac-11dc-8df7-... http://www.guardian.co.uk/world/2008/jan/27/obitua... http://www.timesonline.co.uk/tol/comment/obituarie... http://www.soehartocenter.com/ http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/3567745.stm http://www.detiknews.com/read/2008/01/27/144027/88...