Ras (dari
bahasa Prancis race, yang sendirinya dari
bahasa Latin radix, "akar") adalah suatu sistem
klasifikasi yang digunakan untuk mengkategorikan
manusia dalam
populasi atau
kelompok besar dan berbeda melalui ciri
fenotipe, asal usul geografis, tampang jasmani dan
kesukuan yang terwarisi. Di awal abad ke-20 istilah ini sering digunakan dalam arti
biologis untuk menunjuk populasi manusia yang beraneka ragam dari segi
genetik dengan anggota yang memiliki
fenotipe (tampang luar) yang sama.
[1] Arti "ras" ini masih digunakan dalam
antropologi forensik (dalam menganalisis sisa tulang), penelitian
biomedis dan
kedokteran berdasarkan asal usul.
[2]Di samping itu, di
Amerika Serikat misalnya, penegak
hukum menggunakan istilah "ras" dalam menentukan
profil tersangka dan penggambaran kembali tampang sisa yang belum diidentifikasi.Selain itu, karena di banyak masyarakat, pengelompokan berdasarkan "ras" mengikuti pola pelapisan
sosial, bagi ilmuwan sosial yang meneliti kesenjangan sosial, "ras" dapat menjadi
variabel yang berarti. Sebagai faktor
sosiologis, kategori "ras" dapat secara terbatas mencerminkan penjelasan yang
subyektif, mengenai
jati diri dan lembaga sosial.
[3][4]Oleh karena itu,
paradigma "ras" yang digunakan dalam berbagai
disiplin menekan dengan cara yang beraneka pada sifat
biologis atau pada segi
konstruk sosial.Walau para biologis kadang-kadang menggunakan paham "ras" untuk membuat pembedaan antara kumpulan ciri-ciri yang rancu,
ilmuwan lain mengajukan wawasan bahwa paham "ras" sering digunakan
[5] secara naif
[6] atau terlalu sederhana. "Ras" tidak memiliki arti
taksonomis untuk manusia: semua manusia adalah anggota dari
subspesies hominid yang sama yaitu
Homo sapiens sapiens.
[7][8] Paham sosial dan pengelompokan ras berubah dengan waktu, termasuk
taksonomi awam
[9] yang menentukan tipe orang yang bersifat
esensialisme berdasarkan ciri-ciri yang terlihat. Para ilmuwan menganggap
esensialisme biologis sudah ketinggalan zaman,
[10] dan pada umumnya tidak mendukung penjelasan berdasarkan ras untuk pembedaan kelompok, baik dari segi ciri-ciri jasamni maupun kelakuan.
[6][11]Saat orang menentukan dan menggunakan satu paham tertentu untuk "ras", mereka menciptakan suatu kenyataan sosial di mana diterapkan suatu kategorisasi sosial tertentu.
[12] Oleh sebab itu "ras" dipandang sebagai
konstruk sosial.
[13] Konstruk tersebut berkembang dalam berbagai konteks hukum, ekonomi dan sosio-politik, dan boleh jadi lebih merupakan akibat daripada sebab dari kenyataan sosial.
[14] Walau banyak ilmuwan berpandangan bahwa "ras" adalah suatu
konstruk sosial, kebanyakan pakar setuju bahwa "ras" memiliki dampak material yang nyata dalam diskriminasi perhunian, proses hukum, praktik politik, pendidikan dll. Teori Omi dan Winant mengenai pembentukan ras mengatakan bahwa "ras adalah suatu konsep yang mengartika dan melambangkan pertentangan dan kepentingan sosial melalui pengacuan pada tipe jasmani manusia yang berbeda.”
[15] Arti dan maksud dari istilah "ras" dihasilkan dan digunakan oleh
lembaga sosial melalui pandangan bersifat kebudayaan. Sejak Omi dan Winant, para akademisi telah menyusun dan meninjau kembali maksud "ras" sebagai konstruksi sosial dengan meneliti cara gambaran, paham dan asumsio mengenai "ras" dirumuskan dalam kehidupan sehari-hari. Angela Davis,
[16] Ruth Gilmore,
[17] dan Imani Perry
[18] telah menelusuri hubungan antara paham "ras" dari segi sejarah dan sosial production dalam bahasa hukum dan pidana, dan dampaknya atas kebijakan terhadap
orang Hitam di Amerika, dan jumlah mereka dalam penjara yang sudah tidak proporsional lagi.Faktor sosio dan ekonomi berakibatkan penderitaan yang sangat besar di dalam kelompok yang telantar.
[19] Diskriminasi rasial sering bertepatan dengan pola pikir yang
rasis, di mana para individu dan ideologi satu kelompok melihat anggota dari kelompok lain sebagai suatu "ras" tertentu yang lebih rendah secara moral.
[20] Alhasil, kelompok yang tidak banyak berkuasa sering terasing atau tertindas, sedangkan individu dan
lembaga yang dominan dituduh bersikap rasis.
[21] Rasisme berakibatkan banyak contoh tragedi, termasuk
perbudakan dan
genosida.
[22]