Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945
tahun Masehi, atau tanggal
17 Agustus 2605 menurut
tahun Jepang, yang dibacakan oleh
Soekarno dengan didampingi oleh
Drs. Mohammad Hatta bertempat di sebuah rumah hibah dari
Faradj bin Said bin Awadh Martak di
Jalan Pegangsaan Timur 56,
Jakarta Pusat.
[1]Kata-kata dan deklarasi proklamasi tersebut harus menyeimbangkan kepentingan kepentingan internal Indonesia dan Jepang yang saling bertentangan pada saat itu.
[2]Proklamasi tersebut menandai dimulainya perlawanan diplomatik dan bersenjata dari
Revolusi Nasional Indonesia, yang berperang melawan pasukan
Belanda dan warga sipil pro-Belanda, hingga Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949.
[3] Pada tahun 2005, Belanda menyatakan bahwa mereka telah memutuskan untuk menerima secara
de facto tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaan
Indonesia.
[4] Namun, pada tanggal 14 September 2011, pengadilan Belanda memutuskan dalam kasus
pembantaian Rawagede bahwa Belanda bertanggung jawab karena memiliki tugas untuk mempertahankan penduduknya, yang juga mengindikasikan bahwa daerah tersebut adalah bagian dari
Hindia Timur Belanda, bertentangan dengan klaim Indonesia atas 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaannya.
[5] Dalam sebuah wawancara tahun 2013, sejarawan Indonesia
Sukotjo, antara lain, meminta pemerintah Belanda untuk secara resmi mengakui tanggal kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
[6] Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakui tanggal 27 Desember 1949 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia.
[7]Naskah proklamasi ditandatangani oleh
Sukarno (yang menuliskan namanya sebagai "Soekarno" menggunakan ortografi Belanda) dan
Mohammad Hatta,
[8] yang kemudian ditunjuk sebagai presiden dan wakil presiden berturut-turut sehari setelah proklamasi dibacakan.
[9][10]Hari Kemerdekaan dijadikan sebagai
hari libur nasional melalui keputusan pemerintah yang dikeluarkan pada 18 Juni 1946.
[11]