Negara Islam Irak dan Syam (
NIIS atau ISIL;
bahasa Arab: الدولة الإسلامية في العراق والشام), juga dikenal dengan nama
Negara Islam Irak dan Suriah (
NIIS atau ISIS,
/ˈaɪsis/),
Negara Islam Irak dan asy-Syam,
[22] Daesh, atau
Negara Islam (
NI atau IS),
[23] adalah kelompok militan
ekstremis dan bekas
proto-negara tidak diakui yang mengikuti doktrin
jihadisme Salafi. Hingga Desember 2015
[update], NIIS menguasai wilayah dari Irak barat hingga Suriah timur yang diperkirakan berpenduduk 8–12 juta orang. Lewat kelompok lokalnya, NIIS juga menguasai wilayah kecil di
Libya,
Nigeria, dan
Afghanistan. Kelompok ini juga beroperasi atau memiliki afiliasi di berbagai wilayah dunia, termasuk
Afrika Utara dan
Asia Selatan.
[24][25][26][27][28][29]Dalam bahasa Arab, kelompok ini dikenal dengan nama ad-Dawlah al-Islāmiyah fī 'l-ʿIrāq wa-sy-Syām sehingga terciptalah kata
Da'isy atau
Daesh (داعش, pengucapan bahasa Arab:
[ˈdaːʕiʃ]),
[30][31] singkatan "NIIS" dalam bahasa Arab. Pada tanggal 29 Juni 2014, kelompok ini menyatakan dirinya sebagai
negara Islam sekaligus
kekhalifahan dunia yang dipimpin oleh
khalifah Abu Bakr al-Baghdadi dan berganti nama menjadi ad-Dawlah al-Islāmiyah (الدولة الإسلامية, "Negara Islam" (NI). Sebagai kekhalifahan, NIIS mengklaim kendali agama, politik, dan militer atas semua Muslim di seluruh dunia, dan "keabsahan semua keamiran, kelompok, negara, dan organisasi tidak diakui lagi setelah kekuasaan khilāfah meluas dan pasukannya tiba di wilayah mereka".
[22][32][33][34]Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut NIIS telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan
kejahatan perang.
Amnesty International melaporkan bahwa kelompok ini telah melakukan
pembersihan etnis "berskala sangat besar". Kelompok ini
dicap sebagai organisasi teroris oleh PBB,
Uni Eropa dan negara-negara anggotanya,
Amerika Serikat,
India,
Indonesia,
Israel,
Turki,
Arab Saudi,
Suriah, dan negara-negara lain. Lebih dari 60 negara secara langsung atau tidak langsung
berperang melawan NIIS.Kelompok ini awalnya didirikan dengan nama
Jama'at al-Tawhid wal-Jihad pada tahun 1999, lalu bergabung dengan
al-Qaeda pada tahun 2004. Kelompok ini terlibat
pemberontakan Irak setelah pasukan koalisi Barat
menyerbu Irak tahun 2003. Bulan Januari 2006, kelompok tersebut bergabung dengan grup-grup pemberontak Sunni yang tergabung dalam
Dewan Syura Mujahidin. Mereka memproklamasikan pemberntukan
Negara Islam Irak (NII) pada bulan Oktober 2006. Setelah
Perang Saudara Suriah pecah bulan Maret 2011, NII di bawah kepemimpinan al-Baghdadi mengutus para pejuang ke Suriah pada Agustus 2011. Para pejuang tersebut menyebut dirinya Jabhat an-Nuṣrah li-Ahli asy-Syām—
Front al-Nusra—dan menguasai daerah-daerah yang mayoritas dihuni warga Sunni di
kegubernuran Ar-Raqqah,
Idlib,
Deir ez-Zor, dan
Aleppo. Bulan April 2013, al-Baghdadi mengumumkan penyatuan NII dengan Front al-Nusra dan nama barunya, Negara Islam Irak dan Syam (NIIS). Namun demikian,
Abu Mohammad al-Julani dan
Ayman al-Zawahiri, masing-masing pemimpin al-Nusra dan al-Qaeda, menolak penyatuan tersebut. Setelah perebutan kekuasaan selama delapan bulan, al-Qaeda memutus semua hubungan dengan NIIS pada tanggal 3 Februari 2014 karena NIIS enggan berunding dan "luar biasa keras kepala". Di Suriah, kelompok ini melancarkan serangan darat terhadap pasukan pemerintah dan faksi pemberontak dalam Perang Saudara Suriah. Mereka mulai dikenal luas setelah mendesak mundur pasukan pemerintah Irak dari kota-kota besar di Irak barat dalam sebuah serangan pada awal 2014. Hilangnya kendali Irak atas wilayahnya sendiri mengakibatkan pecahnya pemerintahan Irak dan memicu aksi militer Amerika Serikat di Irak.
[12][35][36][37]NIIS mahir memanfaatkan media sosial. Mereka mengepos video-video
pemenggalan tentara, warga sipil, wartawan, dan pekerja sosial di Internet dan dikenal karena
menghancurkan situs-situs warisan budaya. Para tokoh
Muslim di seluruh dunia mengutuk ideologi dan aksi-aksi NIIS; mereka berpendapat bahwa kelompok tersebut sudah keluar jauh dari ajaran
Islam yang sejati dan segala tindakannya tidak mencerminkan ajaran atau nilai-nilai yang dibawa agama ini.
[38][39] Penggunaan nama "Negara Islam" dan konsep kekhalifahan oleh kelompok ini dikritik secara luas. PBB,
NATO, berbagai negara, dan sejumlah kelompok Muslim besar menolak keduanya.