Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal
Emha Ainun Nadjib atau
Cak Nun atau
Mbah Nun [4] (lahir di
Jombang,
Jawa Timur,
27 Mei 1953; umur 70 tahun) adalah seorang tokoh intelektual Muslim
Indonesia.
[5]Ragam dan cakupan tema pemikiran, ilmu, dan kegiatan Cak Nun sangat luas, seperti dalam bidang sastra, teater, tafsir, tasawwuf, musik, filsafat, pendidikan, kesehatan, Islam, dan lain-lain.
[6] Selain
penulis, ia juga dikenal sebagai
seniman,
budayawan,
penyair,
cendekiawan,
ilmuwan,
sastrawan, aktivis-pekerja sosial, pemikir, dan
kyai. Banyak orang mengatakan Cak Nun adalah manusia multi-dimensi.
[7]Menjelang
kejatuhan pemerintahan Soeharto, Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke
Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya, yang kemudian celetukannya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora pathèken” (arti dalam bahasa Indonesia adalah "tidak jadi presiden tidak apa-apa").
[8]Setelah
Reformasi 1998, Cak Nun bersama Gamelan
KiaiKanjeng memfokuskan berkegiatan bersama masyarakat di pelosok Indonesia. Aktivitasnya berjalan terus dengan menginisiasi Masyarakat
Maiyah, yang berkembang di seluruh negeri hingga mancanegara.
[9]Cak Nun bersama KiaiKanjeng dan Masyarakat Maiyah mengajak untuk membuka yang sebelumnya belum pernah dibuka. Memandang, merumuskan dan mengelola dengan prinsip dan formula yang sebelumnya belum pernah ditemukan dan dipergunakan.
[10] Dalam pandangan akademisi Barat, pemikiran dan kegiatan ini bisa dimasukkan dalam perjuangan decoloniality.
[11]