Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal
Emha Ainun Nadjib atau
Cak Nun atau
Mbah Nun[4] (lahir di
Jombang,
Jawa Timur,
27 Mei 1953; umur 66 tahun) adalah seorang tokoh intelektual Muslim
Indonesia. Ia menyampaikan gagasan pemikiran dan kritik-kritiknya dalam berbagai bentuk:
puisi,
esai,
cerpen,
film,
drama,
lagu,
musik,
talkshow televisi,
siaran radio,
seminar,
ceramah, dan tayangan
video. Ia menggunakan beragam media komunikasi dari cetak hingga digital dan sangat produktif dalam berkarya.
[5]Ragam dan cakupan tema pemikiran, ilmu, dan kegiatan Cak Nun sangat luas, seperti dalam bidang sastra, teater, tafsir, tasawwuf, musik, filsafat, pendidikan, kesehatan, Islam, dan lain-lain.
[6] Selain
penulis, ia juga dikenal sebagai
seniman,
budayawan,
penyair,
cendekiawan,
ilmuwan,
sastrawan, aktivis-pekerja sosial, pemikir, dan
kyai. Banyak orang mengatakan Cak Nun adalah manusia multi-dimensi.
[7]Menjelang kejatuhan pemerintahan
Soeharto, Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke
Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya, yang kemudian celetukannya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora pathèken”.
[8] Setelah
Reformasi 1998, Cak Nun bersama
KiaiKanjeng memfokuskan berkegiatan bersama masyarakat di pelosok Indonesia. Aktivitasnya berjalan terus dengan menginisiasi Masyarakat
Maiyah, yang berkembang di seluruh negeri hingga mancanegara.
[9] Cak Nun bersama KiaiKanjeng dan Masyarakat Maiyah mengajak untuk membuka yang sebelumnya belum pernah dibuka. Memandang, merumuskan dan mengelola dengan prinsip dan formula yang sebelumnya belum pernah ditemukan dan dipergunakan.
[10]