Bahasa Banjar (
Jawi: بهاس بنجر) adalah sebuah
bahasa Austronesia dari
rumpun bahasa Melayik yang dipertuturkan oleh
suku Banjar di
Kalimantan Selatan,
Indonesia, sebagai
bahasa ibu.
[3][4][5][6]Bahasa Banjar termasuk dalam daftar bahasa dominan di Indonesia.
[7]Sebagian ahli bahasa berpendapat Bahasa Banjar termasuk kelompok Bahasa Melayu Borneo Timur. Kelompok Borneo Timur pula menurunkan dua kelompok, yaitu Borneo Utara dan Borneo Tenggara. Borneo Tenggara menurunkan satu cabang yang akhirnya menurunkan bahasa Berau dan Kutai, satu cabang lagi disebut sebagai kelompok Borneo Selatan yang menurunkan bahasa Banjar dan Bukit. Beberapa dialek Melayu di Borneo tersebut ada yang hanya menurunkan 3 vokal saja yaitu: /i/; /u/ ; /a/. Collin (1991) menemukan gejala penyatuan vokal e dan a menjadi /a/ di Berau dan juga dialek lain di timur pulau Borneo yakni dalam dialek Banjar dan Kutai (Kota Bangun).
[8][9][10]Di tanah asalnya di Kalimantan Selatan, bahasa Banjar yang merupakan bahasa sastra lisan terbagi menjadi dua dialek besar yaitu
Banjar Kuala dan
Banjar Hulu. Sebelum dikenal bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, pada zaman dahulu apabila berpidato, menulis atau mengarang orang Banjar menggunakan
bahasa Melayu Banjar dengan menggunakan aksara Arab. Tulisan atau huruf yang digunakan umumnya huruf atau tulisan Arab gundul dengan bahasa tulis bahasa Melayu (versi Banjar). Semua naskah kuno yang ditulis dengan tangan seperti puisi, Syair Siti Zubaidah, syair Tajul Muluk, syair Burung Karuang, dan bahkan Hikayat Banjar dan Tutur Candi menggunakan huruf Arab berbahasa Melayu (versi Banjar).Bahasa Banjar dihipotesiskan sebagai bahasa Melayik, seperti halnya
bahasa Minangkabau,
bahasa Betawi,
bahasa Iban, dan lain-lain.
[11][12]Karena kedudukannya sebagai lingua franca, pemakai bahasa Banjar lebih banyak daripada jumlah suku Banjar itu sendiri. Selain di Kalimantan Selatan, Bahasa Banjar yang semula sebagai bahasa suku bangsa juga menjadi
lingua franca di daerah lainnya, yakni
Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Timur serta di
daerah Kabupaten Indragiri Hilir,
Riau, sebagai bahasa penghubung antar suku.
[13] Di Kalimantan Tengah, tingkat pemertahanan bahasa Banjar cukup tinggi tidak sekadar bertahan di komunitasnya sendiri, bahkan menggeser (shifting) bahasa-bahasa orang Dayak.
[14] Penyebaran bahasa Banjar sebagai lingua franca ke luar dari tanah asalnya memunculkan varian Bahasa Banjar versi lokal yang merupakan interaksi bahasa Banjar dengan bahasa yang ada di sekitarnya misalnya bahasa
Samarinda[15][16], bahasa
Kumai dan lain-lain. Di sepanjang daerah hulu sungai Barito atau sering disebut kawasan
Barito Raya (
Tanah Dusun) dapat dijumpai bahasa Banjar versi logat Barito misalnya di kota Tamiang Layang digunakan bahasa Banjar dengan logat Dayak Maanyan.Pemakaian bahasa Banjar dalam percakapan dan pergaulan sehari-hari di Kalimantan Selatan dan sekitarnya lebih dominan dibandingkan dengan
bahasa Indonesia. Berbagai suku di Kalimantan Selatan dan sekitarnya berusaha menguasai bahasa Banjar, sehingga dapat pula kita jumpai bahasa Banjar yang diucapkan dengan logat
Jawa atau
Madura yang masih terasa kental seperti yang kita jumpai di
kota Banjarmasin.Bahasa Banjar juga masih digunakan pada sebagian permukiman suku Banjar di Malaysia seperti di Kampung (Desa) Parit Abas, Mukim (Kecamatan) Kuala Kurau, Daerah (Kabupaten)
Kerian,
Negeri Perak Darul Ridzuan.Bahasa Banjar banyak dipengaruhi oleh
bahasa Melayu,
Jawa dan
bahasa-bahasa Dayak.
[17][18][19][20]Dalam perkembangannya, bahasa Banjar ditengarai mengalami kontaminasi dari intervensi bahasa Indonesia dan bahasa asing.
[21] Bahasa Banjar berada dalam kategori cukup aman dari kepunahan karena masih digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakat Banjar maupun oleh pendatang.
[22]. Walaupun terjadi penurunan penggunaan bahasa Banjar namun laju penurunan tersebut tidak sangat kentara.
[23] Saat ini, Bahasa Banjar sudah mulai diajarkan di sekolah-sekolah di
Kalimantan Selatan sebagai muatan lokal.
[24] Bahasa Banjar juga memiliki sejumlah peribahasa.
[25]