Aleksander III dari Makedonia (
bahasa Yunani Kuno:
Ἀλέξανδρος Aléxandros; 20/21 Juli 356
SM – 10/11 Juni 323 SM), lebih dikenal sebagai
Aleksander Agung,
[lower-alpha 2] adalah seorang raja dari
Kerajaan Yunani kuno dari
Makedonia.
[a] Pada usia 20 tahun, dia meneruskan takhta ayahnya,
Filipus II dari Makedonia yang tewas dibunuh pada pernikahan
Kleopatra dari Makedonia pada bulan Oktober 336 SM. Dimulai tidak lama setelah kematian ayahnya, Aleksander menghabiskan sebagian besar waktu kekuasaannya untuk melancarkan kampanye-kampanye militer ke
Asia Barat dan
Mesir,
Asia Tengah, dan
Asia Selatan. Pada usia 30 tahun, dirinya telah berhasil membentuk salah satu kekaisaran terbesar sepanjang sejarah, wilayahnya terbentang dari
Balkan di barat sampai
India di timur.
[5] Dia tidak pernah terkalahkan dalam pertempuran dan terkenal luas sebagai salah satu
komandan militer tersukses dalam sejarah.
[6][7]Hingga usianya yang ke 16 tahun, Aleksander dididik oleh
filsuf ternama,
Aristoteles. Pada tahun 335 SM, tak lama setelah ia diangkat menjadi raja atas Makedonia, ia melancarkan kampanye militer di
Balkan dan menegaskan kembali kendali atas
Trakia dan
Iliria, sebelum membawa pasukannya menyerbu kota
Thebes, yang kemudian hancur dalam pertempuran. Aleksander kemudian dianugerahi jabatan jenderal atas seluruh Yunani, dan menggunakan otoritasnya untuk menyukseskan proyek
pan-Hellenik yang dirancang oleh ayahnya, mengambil kendali kepemimpinan atas seluruh orang Yunani dalam upaya mereka menaklukkan
Persia.
[8][9]Pada tahun 334 SM, dia menginvasi
Kekaisaran Persia Akhemeniyah dan memulai sejumlah kampanye militer yang berlangsung selama 10 tahun.
[lower-alpha 3] Selepas penaklukannya atas
Anatolia, Aleksander memperlemah Akhemeniyah dalam serangkaian pertempuran penting, termasuk pertempuran di
Issos dan
Gaugamela; ia kemudian berhasil menggulingkan
Darius II dan menaklukkan Kekaisaran Akhemeniyah secara keseluruhan. Setelah jatuhnya Persia, Kekaisaran Makedonia menguasai petak wilayah yang luas antara
Laut Adriatik dan
Sungai Indus. Aleksander mempunyai misi ingin mencapai "ujung-ujung dari dunia dan Laut Luar Besar." Ia pun menginvasi
India pada tahun 326 SM, dan mengapai kemenangan penting atas Porus, seorang raja India kuno dari daerah yang sekarang dikenal sebagai
Punjab, pada
pertempuran Hydaspes. Karena permintaan para pasukannya yang rindu akan kampung halaman mereka, ia pun kembali ke
Sungai Beas dan kemudian meninggal pada tahun 323 SM di
Babilon, sebuah kota di
Mesopotamia yang sebelumnya direncanakan oleh Aleksander akan menjadi
ibu kota dari Kekaisarannya. Kematian Aleksander meninggalkan sejumlah rencana militer dan kampanye dagang yang tidak terlaksana, yang bila dirinya masih hidup akan dimulai dengan invasi Yunani atas
Arabia. Dalam beberapa tahun setelah kematiannya, sejumlah perang sipil pecah di bebagai daerah di Kekaisaran Makedonia, yang pada akhirnya berujung pada disintegrasi di tangan para
Diadokhoi.Dengan kematiannya yang menandai dimulainya
periode Helenistik, warisan Aleksander mencakup pembauran budaya dan
sinkretisme yang ditimbulkan oleh penaklukan-penaklukan yang dilakukan olehnya, seperti
Buddha-
Yunani dan
Yudaisme Helenistik, Dia mendirikan lebih dari dua puluh kota yang memakai namanya, dengan yang paling menonjol adalah kota
Aleksandria di Mesir. Penyebaran budaya Yunani yang ditimbulkan dari ekspansi koloni Yunani oleh Aleksander menimbulkan dominasi luar biasa peradaban Helenistik yang pengaruhnya mencapai timur jauh dari
Anak Benua India. Periode Helenistik berkembang melalui Kekaisaran Romawi menjadi
budaya Barat modern;
Bahasa Yunani menjadi
lingua franca wilayah tersebut dan merupakan bahasa utama
Kekaisaran Bizantium sampai runtuhnya pada pertengahan abad ke-15 Masehi. Komunitas berbahasa Yunani di bagian tengah dan timur jauh
Anatolia bertahan hingga
genosida terhadap etnis Yunani oleh Turki pada tahun 1910-an dan awal 1920-an serta pertukaran populasi Yunani menjadi populasi Turki pada pertengahan 1920-an. Aleksander menjadi legendaris sebagai pahlawan klasik yang dianggap memiliki sejumlah karakteristik yang serupa dengan
Akhilles, ia dicatut dalam berbagai tradisi historikal dan mitos dalam budaya Yunani dan non-Yunani. Capaian militernya dan keberhasilannya yang berulang-ulang dalam berbagai pertempuran yang dianggap belum pernah diperoleh orang lain sebelumnya, telah membuat Aleksander menjadi tolak ukur perbandingan oleh banyak pemimpin militer,
[lower-alpha 4] dan taktik-taktik Aleksander terus menjadi subjek studi yang signifikan di akademi-akademisi militer di seluruh dunia.
[16]